02 Januari 2009

Menempa Potensi Petinju Muda

RAMPUNG sudah pagelaran kejuaraan tinju "Piala Dan Yon Zipur 3/YW I/2009". Selama lima hari (27-31 Januari), pelaksanaan turnamen yang digelar di dua ring di Markas Komando Batalyon Zeni Tempur 3/Yudha Wyoghra (YW) Dayeuhkolot Kab. Bandung itu, menghadirkan 242 laga untuk lima kategori dan 75 kelas telah memunculkan siapa yang terbaik dari 311 petinju asal 11 provinsi peserta turnamen bertaraf nasional ini.

Sasana tinju yang masyur asal Sulawesi Utara, Sasana Richard Engkeng, keluar sebagai juara umum dengan raihan poin tertinggi, 44 poin, hasil dari 16 emas yang disumbangkan para petinjunya dari berbagai kelas di lima kategori. Para petinju asuhan pelatih Donald Patras ini bahkan mampu mendominasi di empat kategori, semijunior, junior, kadet, dan senior utama untuk merengkuh gelar juara umum ke-10 mereka dalam kurun waktu kurang dari empat tahun (sejak 2005).

Sasana tuan rumah, Macan Kumbang (MK) menempati posisi kedua dengan koleksi 15 poin dari empat emas kategori senior pemula. Sasana binaan pelatih Yopie Nanlohy dan Ade Hasan ini juga dikukuhkan sebagai sasana terbaik. Kota Bekasi dan Sasana Red Cobra (Bandung) berada di posisi berikutnya dengan tiga emas.

Akan tetapi, munculnya RE Sulut sebagai juara umum ataupun Macan Kumbang dengan prestasi apiknya bukanlah satu-satunya pelajaran penting yang di dapat dari turnamen yang digelar untuk menyambut HUT ke-62 Yon Zipur 3/YW itu. Yang menjadi penting adalah bagaimana frekuensi pertandingan mampu mematangkan teknik dan taktik para petarung RE Sulut sehingga berbuah prestasi. Sejatinya, pentingnya faktor frekuensi bertanding merupakan pelajaran usang yang telah menjadi petuah klise di setiap cabang olah raga.

Wakil Ketua I Pengda Pertina Jabar yang bertindak sebagai kepala juri teknik turnamen Zipur, Roni Sigarlaki mengatakan, untuk membentuk kematangan fisik, teknik, dan taktik petinju dibutuhkan paling tidak 20 pertandingan dalam setahun. Artinya, jika ingin menjadi petinju "benar", seseorang harus naik ring lima sampai enam kejuaraan setiap tahunnya. Namun, itu adalah ukuran ideal. Pada kenyataannya, berbagai kendala mulai dari kurangnya frekuensi kejuaraan sampai minimnya dana pembinaan menjadi masalah yang menyebabkan kebanyakan sasana baru menggelar latihan serius secara insidentil, jika ada event khusus.
"Kebanyakan sasana baru intens berlatih jika ada kejuaraan. Makanya secara fisik, power, ataupun teknik petinju dari sasana Jabar masih kalah dari mereka (RE Sulut). Frekuensi kejuaraan kita juga masih kurang. (Ada kejuaraan) sekali dalam setahun saja sudah bagus. Namun, apa yang bisa diharapkan dari sekali kejuaraan itu," ujar Roni.

Carol Renwarin, pelatih kepala Pertina pusat yang turut mengamati turnamen dengan menjadi juri teknik, juga menganggap minimnya jam terbang para petinju amatir di Jabar sebagai penyebab merajanya RE Sulut. Menurut Carol, sasana milik Richard Engkeng itu memang sudah dikenal total dalam memoles potensi para petinjunya dengan latihan intensif setiap hari meskipun tidak ada kejuaraan.

Di sisi lain, para petinju asal daerah lain, termasuk Jabar, tidak kalah dari aspek potensi. Hanya, minimnya frekuensi bertarung membuat aksi mereka belum begitu impresif, belum terbiasa menerapkan teknik dan strategi. "Hanya sedikit yang sudah bisa menguasai ring dan bertinju dengan perhitungan matang, ditunjang teknik yang benar," ujar Carol yang berharap kejuaraan semacam Zipur Cup ini bisa semakin banyak diadakan untuk menempa potensi para petinju muda.

Peserta kejuaraan tinju Yon Zipur memang meledak akibat animo yang tak terduga. Banyak sasana yang memfotokopi undangan resmi untuk bisa berpartisipasi. Akibatnya, pertandingan yang awalnya hanya akan digelar di atas satu ring, ditambah menjadi dua.
Namun, hal tersebut tidak mengurangi kegembiraan Yon Zipur 3/YW. Dari segi penyelenggaraan, dengan persiapan satu bulan dan kepanitiaan anggota internal, serta modal nekat karena melaju tanpa dana dari sponsor resmi, para awak Yon Zipur 3/YW berhasil mengadakan hajatan tinju yag mendapatkan antusiasme peserta maupun penonton dari masyarakat sekitar. Tidak hanya itu, sasana asuhan mereka, Macan Kumbang, mampu berprestasi tanpa ada embel-embel "bantuan" karena seluruh juri teknik dan wasit berasal dari luar anggota militer.

Dengan menurunkan 17 petinju dan berkonsentrasi pada kategori senior pemula, sasana yang baru berusia delapan bulan ini bisa mengirim tujuh petarungnya ke final, meraih empat emas melalui petarung mereka, Udin (kelas 48 kg), Caca (51 kg), Akbar (57 kg), dan Salvius (64 kg). Akbar yang meraih emas setelah menang angka 25-9 atas Kamit (Sasana Amphibi) bahkan dinobatkan sebagai petinju terbaik kategori senior pemula.
MK juga menjadi juara umum pada kategori senior pemula, satu-satunya kategori yang tidak sanggup didominasi oleh RE Sulut. Status sebagai sasana terbaik pun diberikan oleh para juri bidang teknik yang berasal dari Pengda Pertina Jabar dan Pusat.

"Jelas kami beryukur, tidak hanya dalam pelaksanaan, kami juga bisa cukup berhasil dalam prestasi. Target kami sebenarnya hanya dua emas, namun bisa tercapai empat. Apalagi, para petinju `hijau` kami bisa menyaingi petinju-petinju berpengalaman pada kejuaraan ini," kata Komandan Batalyon Zeni Tempur 3/YW Letnan Kolonel Cz1 Arnold A.P. Ritiauw yang juga bahagia karena banyak petinju peserta dari kalangan sipil yang kemudian ingin bergabung dengan militer.

Danyon berkeinginan, MK yang juga terbuka untuk umum bisa menjadi sasana tinju milik publik yang dapat ikut membantu peningkatan prestasi tinju di Jabar. Dia juga berharap kejuaraan Zipur bisa menjadi agenda tahunan yang dapat secara kontinu dilaksanakan oleh para komandan Yon Zipur 3/YW sehingga ada wahana untuk menambah jam terbang bertanding para petinju amatir agar bisa mengasah teknik, taktik, serta stamina untuk meningkatkan prestasi mereka ke depan.
Pikiran Rakyat 01/01/09